“Assalamu’alaikum…minta uang nak…”J
Mungkin kita sudah sering sekali mendengar kalimat tersebut ketika sedang berada di kampus Unesa Ketintang, kalimat tersebut keluar dari mulut seorang nenek tua yang jalannya sudah sangat terlihat kesulitan karena telah dimakan usia. Tubuhnya yang sudah sedikit membungkuk karena tulang-tulangnya yang sudah tak mampu lagi menopang tubuhnya dengan sempurna. Dan tanpa maksud merendahkan, menghina atau sejenisnya, nenek ini memiliki “cirikhas” yakni posisi kepala yang sedikit miring ke kiri (kalau tidak salah). Setiap orang yang ditemuinya baik di jalanan dekat kampus atau di dalam area kampus selalu tak pernah luput dengan sapaan khasnya diatas tadi, “Assalamu’alaikum…minta uang nak…”. Bahkan kita mungkin juga sudah sangat hapal, atau justru malah sudah bosan, dengan habit tersebut. (sabar aja yaah….)
Lalu ada lagi perempuan setengah baya yang berusia sekitar kepala 4. tubuhnya subur dan warna kulitnya sedikit pekat, lalu mimik wajah perempuan tersebut membuat orang mudah iba dan belas kasihan padanya. Sekali lagi, tanpa ada maksud untuk menghina, meremehkan, merendahkan atau yang sejenisnya, saya hendak mencoba untuk menggambarkan kondisi yang sesungguhnya (fakta). Dan satu hal yang cukup menarik disini buat saya adalah alasan perempuan tersebut ketika meminta uang kepada orang-orang selalu berbeda-beda, yang saya amati di setiap kesempatan hampir selalu berbeda alasan yang diucapkannya. Yang saya ingat antara lain “mas…kasihan mas…saya belum makan 3 hari mas….”, lalu ada lagi “mas….kasihan mas…saya sakit harus dioperasi mas, saya ndak ada uang mas….” Dan satu lagi “mas…kasihan mas…saya ndak punya suami mas…..saya belum makan…”. Kurang lebih seperti itulah gambarannya. Dan juga ketika telah diberi uang maka dengan serta merta perempuan tersebut akan mendoakan dengan cukup panjang untuk orang yang memberi uang. Dan hampir pasti orang yang memberi uang akan merasa senang didoakan yang baik-baik oleh perempuan tersebut. Tapi semoga saja tidak mengurangi keikhlasan dalam besedekah kepada yang benar-benar membutuhkan.
Tidak hanya itu saja, bahkan hal tersebut terasa semakin lengkap dengan adanya kehadiran pemulung-pemulung nyasar yang gak jelas dan juga para penjual jajanan keliling (kerupuk, jajan pasar dst) yang berada di dalam lingkungan kampus. Sampai disini yang membuat saya heran adalah bagaimana bisa orang-orang tersebut berkeliaran di lingkungan kampus?? Apakah seperti ini cerminan lingkungan kampus yang ideal di zaman yang semakin modern ini?? Dalam pandangan saya, orang-orang tersebut tidak sepenuhnya dapat disalahkan, mereka sebenarnya hanya kurang tahu, dan didukung pula oleh pihak-pihak di kampus yang berwajib untuk menangani persoalan tersebut yang kurang sigap dan tanggap atau bahkan mungkin cuek saja. Dan kemudian dalam beberapa momen saya segera berpikir lagi, ini kampus atau kampung sih???
0 komentar:
Posting Komentar